Tahun 2018 Tiba, Yakin Mau Bikin Resolusi lagi? Yang Tahun Lalu Aja........
Sebagian masyarakat pada umumnya, awal tahun dianggap sebagai garis start untuk memulai aktivitas atau kebiasaan anyar yang bertujuan memperbaiki diri. Di beberapa tempat, hal ini bahkan menjadi semacam tradisi yang dapat ditelusuri sejak beribu tahun silam.
BTW Perlu Gw ceritaiin Sejarahnya? Kalau Malas Baca Skip Aja Paragraf Berikutnya
Gw dapat dari History.com menulis, sekitar 4000 tahun lalu, ketika musim panen tiba, masyarakat Babilonia berjanji kepada para dewa untuk membayar utang-utangnya dan mengembalikan barang yang dipinjam. Bila mereka menepati janjinya, para dewa akan memberi kemudahan bagi mereka sepanjang tahun berikutnya. Janji ini dapat dianggap sebagai awal mula terciptanya resolusi tahun baru yang kini menjadi bagian tradisi sebagian masyarakat masa kini.
Beranjak ke era Julius Caesar, tradisi membuat resolusi tahun baru diasosiasikan dengan pemujaan kepada dewa Janus—yang namanya diambil untuk nama bulan pertama. Masyarakat Romawi percaya, secara simbolis, Janus yang berwajah dua akan menatap ke masa lampau dan masa depan. Karena keyakinan ini, mereka berupaya menyenangkan sang Dewa dengan berjanji berlaku baik pada tahun berikutnya.
Beragam harapan digantungkan ketika membuat resolusi tahun baru, mulai dari menurunkan berat badan dan makan makanan sehat, berhenti merokok, mengatur keuangan lebih ketat, mendapat pekerjaan lebih baik, sampai memiliki pasangan, pokoknya macam - macamlah.
Ada yang sukses menggapai harapan-harapan ini dan mempertahankannya sampai pengujung tahun, ada pula yang mesti gigit jari karena resolusinya masih seumur percikan kembang api. Kelompok orang yang terakhir disebutkan jumlahnya tidak sedikit.
Menurut studi dari Australia pada akhir 2014, 2 dari 3 orang gagal mencapai resolusi yang dibuatnya pada akhir tahun sebelumnya. Kendati demikian, bukan berarti kegagalan ini membuat orang-orang kapok. Sekitar 42% populasi studi tersebut masih membuat resolusi tahun baru untuk 2015. Lebih lanjut dalam studi tersebut dikatakan, 80% responden yang disurvei mengaku gagal memenuhi resolusi hanya dalam jangka waktu tiga bulan setelah membuatnya.
Mengukir target-target tertentu untuk dicapai memang baik. Hal ini bisa mendorong peningkatan motivasi, pencapaian, dan kepercayaan diri, serta melatih pengendalian diri. Walaupun begitu, bila resolusi tahun baru dibuat secara instan, akan hadir beraneka dampak buruk bagi diri alih-alih keuntungan-keuntungan yang disebutkan tadi.
Berbicara tentang resolusi tahun baru berpusat pada pengendalian diri seseorang. Perlu dipahami benar bagaimana keinginan mengendalikan diri ini terbentuk: apakah berdasarkan kesadaran atau kemauan sendiri untuk menciptakan hidup yang lebih baik atau atas tekanan eksternal? Misalnya, terkait memiliki pasangan atau diet ketat.
Apakah pertanyaan-pertanyaan mendesak semacam “kapan menikah?” atau tayangan-tayangan yang menampilkan bentuk tubuh ideal yang mendorong seseorang mencetuskan dua poin resolusi tahun baru ini? Sementara sebenarnya, tanpa kedua hal ini pun seseorang bisa hidup baik-baik saja atau cukup sehat, atau dirinya tidak benar-benar berniat mengubah diri.
Seperti yang pernah gw tulis sebelumnya mengenai harapan dan resolusi, itu sebenarnya bukanlah menjadikan lu sesutu hal yang wajib lu buat, cukup lu ucapkan dalam hati dan niatkan dengan sungguh - sungguh, sama aja kayak lu mau beli sesuatu akhirnya lu niat dan berusaha, akhirnya terbeli juga kan? Nah lu pasti fahamlah....
So, kalau lu emang tetap ingin membuat resolusi di tahun baru ini, kalau gw boleh saran lu bikin yang kira - kira bisa lu gapai atau kerjakan, jadi urutannya adalah dari hal - hal yang paling mudah atau bisa lu capai setelah itu baru hal - hal yang berat sehingga itu bisa memacu diri lu sendiri.
Dari kacamata psikolog sosial, perilaku self-defeating terjadi saat seseorang membuat target tertentu, tetapi aksi-aksinya justru tidak mendukung proses pencapaiannya. Cara-cara dalam meraih target yang menimbulkan kerugian bagi seseorang juga dapat dianggap sebagai bentuk self-defeating. Contohnya, diet berlebihan yang malah membuat seseorang jatuh sakit.
Untuk bisa merasakan buah manis di pengujung tahun berikutnya, seseorang perlu melewati beberapa tahap sebelum membuat resolusi tahun baru. Menurut profesor psikologi Prochaska dan DiClemente, ada empat level yang mesti dilalui seseorang bila hendak merasakan perubahan di kemudian hari. Dimulai dari tidak berniat untuk berubah, sampai akhirnya berkontemplasi dan berencana membuat perubahan, diikuti persiapan untuk berubah, dan yang terakhir, barulah melakukan tindakan-tindakan perubahan itu sendiri. Aksi berdiet atau berolahraga bukanlah bagian dari level pertama, melainkan keempat.
Bagaimana kalau resolusi lu Gagal? Nah ini yang bahaya, kebanyakan orang akhirnya akan melupakan resolusinya dan menjalani hidupnya seperti biasa, sama seperti tahun - tahun sebelumnya. Sebenarnya kegagalan itu bisa dijadikan sebuah pacuan dan harus lu kejar untuk berhasil walaupun menggapainya di tahun berikutnya bukan malah mengurungkannya. Lu semangat buat rencana di awal pas jalan malah angot - angotan hehhee... Ya kira - kira begitulah.
Gw pribadi juga soalnya sering begitu, banyak gagalnya dari pada berhasilnya hehehe... makanya gw mulai untuk yang tidak muluk - muluk dulu tahun ini yang kira - kira bisa dicapai. Karena kalau gak bisa dicapai bikin patah semangat dan sakitt bray hehehe....
Komentar
Posting Komentar